penyebab masalah suprastruktur
PPKn
kasof
Pertanyaan
penyebab masalah suprastruktur
1 Jawaban
-
1. Jawaban alyaa631
Suprastruktur terdiri dari
1. Eksekutif ( menjalankan UU)
2. Legislatif ( membuat dan menetapkan UU)
3. Yudikatif (mengawasi)
Berikut permasalahan Suprastruktur yang terjadi di Indonesia
1. Legislatif ( membuat dan menetapkan UU)
Berdasarkan undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 2 yang menjelaskan bahwa MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan memiliki tugas sebagai kedaulatan negara. Dengan memiliki beberapa kewenangan atau kekuasaan bahwa kewenangan untuk menetapkan dan mengubah UU sesuai pasal 3 dan 37 ayat UUD 1945 serta menetapkan garis-garis besar Negara (GBHN) .Selain MPR, Lembaga legislatif di Indonesia juga meliputi DPR untuk pusat dan DPRD bagi tingkat provinsi dan kabupaten / kota ditambah dengan DPD sebagai perwakilan daerah.
DPR-RI memiliki tugas diantaranya membentuk undang-undang dan melakukan pengawasan (supervisi) terhadap penggunaan APBN, namun apa yang terjadi apabila DPR menyalahgunakan tugas, fungsi, dan kewenangannya? Alhasil yang terjadi adalah perbuatan pidana yang sangat familiar saat ini, korupsi. Mungkin ini tidak berlebihan jika ada anggapan bahwa “ladang” korupsi bukan hanya birokrasi dikalangan eksekutif yang akan saya bahas kemudian, tetapi juga dikalangan legislatif. Mengapa tidak, sudah begitu banyak anggota DPRD maupun DPR dihukum dalam kasus tindak pidana korupsi. Ketika mereka menjadi terperiksa / tersangka, mereka beralibi ‘azas praduga tak bersalah’ dan ‘pembunuhan karakter dan moral’, seolah-olah yang terlihat yaitu bahwa mereka dizalimi sekaligus bersembunyi dibalik azas yang paling terkenal. Anehnya, anggota DPR yang terperiksa dan terpidana itu selalu saja memiliki anggapan yang sering disampaikan melalui media cetak atau media elektronik lainnya sebagai permainan politik.
2. Eksekutif ( menjalankan UU)
Kekuasaan eksekutif dalam suatu negara merupakan kekuasaan yang dijalankannya semua kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif dan menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam perkembangannya pada masa negara modern seperti saat ini kekuasaan badan eksekutif menjadi lebih luas karena kekuasaannya dapat pula menetapkan rancangan undang-undang pada lembaga legislatif. Namun fakta yang terjadi adalah lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan yang terdiri dari kementerian, gubernur, bupati dan walikota, juga melakukan korupsi. Sama dengan legislatif, kalangan eksekutif pun kebanyakan dari partai politik (parpol). Tanpa dukungan parpol mereka tidak mungkin dapat menjabat pada kursinya sekarang sehingga untuk memperoleh dukungan dari parpol mereka membutuhkan dana karena parpol tidak akan menerima mereka sebagai kadernya kalau tidak memberikan uang. Tiada uang tiada kursi yang dapat diduduki
4. Yudikatif (mengawasi)
Tidak jauh beda dengan dua lembagayang lain, lembaga yudikatif sebagai lembaga penegak hukum pun tak terlepas dari korupsi. Sudah banyak contoh kasus yang terjadi yang meliputi hakim-hakim nakal di dalam jajaran yudikatif dan menjadi sorotan publik. Seperti penangkapan hakim berinisial AD hoc di Bandung, Imas Dianasari oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan bahwa korupsi di lembaga peradilan sudah sangat sistemik. maknanya, orang sebersih apapun akan memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. pakar hukum pidana berpendapat bahwa Abdul Fickar Hadjar, peristiwa hakim ad hoc tertangkap dan telah menghapuskan asumsi bahwa hakim ad hoc tidak selamanya bersih. sehingga dibutuhkan pengawasan yang ketat dari masyarakat terutama sipil dan pers karena Komisi Yudisial belum bisa diharapkan maksimal dalam menjalankan fungsinya dalam pemerintahan.
semoga membantu